Di dunia sepak bola Inggris, nama Dominic Solanke udah dikenal sejak lama. Tapi kenapa butuh waktu bertahun-tahun buat dia bener-bener kelihatan kelasnya? Jawabannya bukan karena dia telat panas, tapi karena jalannya memang panjang dan penuh rintangan.
Solanke adalah salah satu contoh nyata bahwa gak semua pemain muda langsung meledak sejak debut. Ada yang harus jatuh dulu, pindah klub beberapa kali, dan baru ketemu bentuk terbaiknya di momen yang gak banyak orang prediksi. Dari akademi Chelsea sampai jadi striker andalan Bournemouth, cerita Solanke adalah bukti bahwa konsistensi dan mental baja lebih penting dari sekadar hype.

Lahir dari Akademi Chelsea: Tekanan Besar Sejak Awal
Dominic Solanke lahir tahun 1997 di Reading, Inggris. Sejak kecil, dia udah gabung akademi Chelsea, yang dikenal super kompetitif dan keras. Di level junior, Solanke itu monster. Dia jadi top scorer di hampir semua kategori usia, bahkan bawa Inggris juara Piala Dunia U-20 tahun 2017, sekaligus dinobatkan sebagai Player of the Tournament.
Di atas kertas, dia punya semua: teknik, postur, kecepatan, dan insting gol. Tapi kayak banyak pemain muda Chelsea lainnya, dia sulit dapet tempat di tim utama. Waktu itu, manajemen klub lebih sering beli striker asing daripada ngasih menit ke pemain akademi.
Akhirnya, Solanke coba cari jalan lain. Dia sempat dipinjamkan ke Vitesse di Belanda, dan meskipun tampil cukup bagus, kesempatan balik ke Chelsea tetap tertutup.
Pindah ke Liverpool: Harapan Baru yang Gak Sesuai Ekspektasi
Tahun 2017, Solanke pindah ke Liverpool dengan status bebas transfer. Banyak yang ngira ini bakal jadi langkah besar. Tapi di Liverpool, dia ketemu kenyataan baru: trio Firmino–Salah–Mané lagi on fire dan susah digeser.
Solanke emang sempat dapet beberapa penampilan di Premier League dan FA Cup, tapi jelas dia bukan pilihan utama. Dalam satu musim penuh, dia cuma cetak satu gol. Itu bukan angka yang bikin pelatih percaya, apalagi di tim yang bersaing di Eropa dan liga domestik.
Tapi meskipun jarang main, dia tetap nunjukin profesionalisme. Gak pernah rewel, gak pernah lempar drama ke media. Dan akhirnya, di tahun 2019, dia pindah ke Bournemouth. Waktu itu, banyak yang bilang kariernya mulai menurun. Tapi siapa sangka, justru di sinilah dia berkembang jadi pemain yang sebenarnya.
Bournemouth: Tempat Solanke Bangkit dan Buktikan Diri
Pindah ke Bournemouth awalnya terasa kayak langkah mundur. Tapi buat Solanke, ini adalah restart. Dia jadi starter reguler, dikasih kebebasan main sesuai gaya, dan jadi pusat serangan.
Musim pertamanya emang gak terlalu tajam. Tapi sejak Bournemouth turun ke Championship, performa Solanke langsung naik. Dia ngegas, cetak 29 gol dalam satu musim dan bantu Bournemouth promosi ke Premier League lagi.
Yang bikin menarik, perkembangan Solanke bukan cuma soal jumlah gol. Cara dia main juga berubah. Dia makin tajam, positioning-nya makin rapi, dan link-up play-nya makin matang. Dia gak cuma striker yang nunggu bola, tapi juga bisa turun bantu build-up dan jadi tembok buat rekan setim.
Gaya Main: Gabungan Target Man dan Finisher Lincah
Solanke punya fisik tinggi besar (sekitar 1,87 m), tapi mainnya gak berat. Dia punya teknik kontrol bola yang halus dan cukup luwes buat striker bertubuh besar. Dia juga gak kaku di kotak penalti. Justru sering banget liat dia muter ke sayap, tarik bek lawan keluar, dan buka ruang buat winger.
Keunggulan utamanya? Pergerakan tanpa bola dan ketenangan saat finishing. Dia gak gampang panik, dan sering cari sudut tembak yang ideal daripada buru-buru nyepak. Bahkan saat ditekan, dia tetap tenang nyari celah.
Satu lagi yang bikin dia berbahaya adalah work rate. Dia bukan striker pemalas. Dia nge-press, turun bantu pertahanan, dan jadi bagian penting dalam sistem taktik pelatih, bukan cuma jadi ujung tombak.
Peran di Premier League: Dari Underrated Jadi Ancaman Serius
Setelah Bournemouth balik ke Premier League, banyak yang meragukan apakah Solanke bisa adaptasi. Tapi dia langsung kasih jawaban di musim 2023/24 dan 2024/25. Gol demi gol dia ciptakan, termasuk lawan tim-tim besar.
Bournemouth sendiri bukan tim top, tapi mereka punya sistem yang solid, dan Solanke jadi jantungnya. Dia bisa diandalkan saat tim lagi ditekan atau saat butuh bangun serangan dari transisi cepat. Pelatih dan fans sama-sama tahu: kalau Solanke dalam performa terbaik, Bournemouth punya peluang di setiap pertandingan.
Mentalitas: Gak Cari Sorotan, Tapi Konsisten Jalanin Peran
Dominic Solanke bukan tipe pemain yang seneng tampil di media atau ngeluarin kata-kata bombastis. Dia kalem, fokus, dan kelihatan nyaman main di bawah radar. Tapi justru itu kekuatannya. Dia kerja keras dalam diam, dan hasilnya kelihatan di lapangan.
Pemain seperti ini kadang gak dapat spotlight yang layak. Tapi buat pelatih dan rekan setim, mereka priceless. Mereka tahu apa yang harus dilakuin, tahu cara main yang diminta, dan selalu hadir di momen penting.
Kesimpulan: Dominic Solanke Bukan Gagal, Tapi Terlambat Dikenal
Banyak orang sempat nulis Solanke sebagai wonderkid yang gagal. Tapi sekarang, semua harus revisi pendapat. Dia gak gagal — dia cuma butuh waktu dan tempat yang tepat buat nunjukin versi terbaik dari dirinya. Dan di Bournemouth, dia dapet semua itu.
Kalau terus jaga performa dan konsistensinya, gak menutup kemungkinan klub-klub besar bakal datang lagi. Tapi kali ini, bukan buat ngasih dia menit cadangan — tapi sebagai striker utama yang udah terbukti bisa jadi andalan.